Akhir Sebuah Kisah
Kehidupan manusia dewasa itu sungguh unik. Kadang kita harus merelakan hal-hal yang sebetulnya krusial hanya karena hal-hal sepele. Saya merelakan melepaskan persahabatan yang sudah terjalin beberapa tahun lamanya, hanya karena masalah komunikasi. Bahwa benar ketika ego manusia sudah berbicara. Merasa harga dirinya terkoyak, hati nurani itu tertutup seperti goa es yang sulit dijangkau. Iya kita tidak akan pernah bisa menyenangkan dan memenangkan hati semua orang. Tidak akan pernah bisa, karena waktu kita terbatas.
Semakin dewasa dan semakin menua. Diri ini terkadang sedih, ada banyak hal yang nampaknya sederhana tetapi itu memiliki makna yang kompleks.Seperti persahabatan dengan seseorang misalnya. Ada setiap masa dengan setiap pemeran didalamnya. Hanya saja rasanya seperti hati yang patah. Ada rongga yang kosong, dan menganga yang hanya bisa dirasakan saja. Mencoba menjelaskan, tetapi tertolak. Setiap kata seperti bara api,yang kian membakar.
Saya sekali lagi belajar bahwa, memang persahabatan atau pertemanan itu tidak harus selamanya. Agama memang mengajarkan pula, bahwa harus memilih teman yang baik untuk bertumbuh. Tapi rasa-rasanya yang saya pahami, bahwa semakin kita mengenal agama. Seharusnya kita semakin mampu bertoleransi bukan? bukan semakin menjadi-jadi radikal dan fanatik.Sesuatu yang berlebihan itu tidak cukup baik. Jika persahabatan atau kedekatan disangkut-pautkan dengan agama,rasanya semakin kita paham agama, harus mmampu merangkul dan mengayomi. Bukan menjauh, dengan alasan berbeda madzhab tapi menghindar dengan cara yang tidak elok.
Untuk yang pernah bertumbuh bersama, terima kasih atas segala pelajaran yang tersampaikan. Saya berdoa untukmu tiada putus, semoga bahagia selalu dengan jalanmu menuju surga. Semoga kian dilembutkan jiwa dan raganya. Maafkan jika sahabatmu yang kamu anggap pendosa ini, laksana virus yang harus dihindari seolah membawa petaka. Hijrah adaah pilihan, seharusnya menjadikan kita kian bijak tanpa menghukum sesuatu yang tidak disampaikan dan dikenali dengan dalam. Mendengarkan lebih jauh untuk dapat memahami.
Semakin dewasa dan semakin menua. Diri ini terkadang sedih, ada banyak hal yang nampaknya sederhana tetapi itu memiliki makna yang kompleks.Seperti persahabatan dengan seseorang misalnya. Ada setiap masa dengan setiap pemeran didalamnya. Hanya saja rasanya seperti hati yang patah. Ada rongga yang kosong, dan menganga yang hanya bisa dirasakan saja. Mencoba menjelaskan, tetapi tertolak. Setiap kata seperti bara api,yang kian membakar.
Saya sekali lagi belajar bahwa, memang persahabatan atau pertemanan itu tidak harus selamanya. Agama memang mengajarkan pula, bahwa harus memilih teman yang baik untuk bertumbuh. Tapi rasa-rasanya yang saya pahami, bahwa semakin kita mengenal agama. Seharusnya kita semakin mampu bertoleransi bukan? bukan semakin menjadi-jadi radikal dan fanatik.Sesuatu yang berlebihan itu tidak cukup baik. Jika persahabatan atau kedekatan disangkut-pautkan dengan agama,rasanya semakin kita paham agama, harus mmampu merangkul dan mengayomi. Bukan menjauh, dengan alasan berbeda madzhab tapi menghindar dengan cara yang tidak elok.
Untuk yang pernah bertumbuh bersama, terima kasih atas segala pelajaran yang tersampaikan. Saya berdoa untukmu tiada putus, semoga bahagia selalu dengan jalanmu menuju surga. Semoga kian dilembutkan jiwa dan raganya. Maafkan jika sahabatmu yang kamu anggap pendosa ini, laksana virus yang harus dihindari seolah membawa petaka. Hijrah adaah pilihan, seharusnya menjadikan kita kian bijak tanpa menghukum sesuatu yang tidak disampaikan dan dikenali dengan dalam. Mendengarkan lebih jauh untuk dapat memahami.
Comments
Post a Comment