MAHA CANTIK MAHAMERU
“Surga
pendaki” katanya itulah kata-kata yang biasa terdengar diantara para pendaki.
Katanya tanah surga itulah yang mengantarkanku pada perjalanan menuju tanah
tertinggi di Pulau Jawa ini. Berangkat dari ajakan seorang kawan yang aku temui
di Gunung Gede bulan April lalu, yakni Jhon Luther. Seperti biasa sifat plin
plan menyapa. Jhon sudah membelikan saya tiket kereta api Matarmaja menuju
Malang, sedangkan pada saat itu saya galau karena harus ke Bali juga. Akhirnya
saya batalkan, tetapi some next days mengiyakan lagi untuk pergi kesana,
beruntung pada saat itu tiket kereta arah pulang Jakarta tinggal satu. Kalo
kata kawan sih “Naik gunung itu ibaratnya jodoh, waktunya pas, rejeki ada,
itulah jodoh sama gunung”. Yes exactly gue pun merasakan hal yang sama.
Deret
laju kereta pada hari Rabu 21 Mei pukul 13.40 menemani kepergian kami menuju
kota Malang, meninggalkan Jakarta yang sudah terlalu padat oleh kerumunan
manusia. Menatap jendela keluar sana, imajiku sudah membumbung tinggi akan
tanah tertinggi Pulau Jawa. Ya sejak membaca novel 5 cm 8 tahun silam
menceritakan kisah akan pendakian menuju Jonggring Saloko, bait demi bait
deskripsi keindahan Maha Meru seakan menyihirku untuk berada disana. Tersadar
akan lamunan imajinasiku, sadar bahwa aku duduk di gerbong berbeda dengan
kawan-kawan pendakianku. Sebab aku orang yang terakhir membeli tiket karena
sifat plin planku antara akan naik atau tidak. Tapi aku lebih suka seperti itu
tidak berada diantara kawananku, get
local kalo kata traveler . Mengenal
kawan seperjalanan, kawan duduk disamping kita. Terkadang mengantarkan kita
kepada pengalaman dan cerita yang tak bisa diduga.
Kawan
seperjalananku seorang ibu-ibu, anak keperawatan UIN, dan 3 orang laki-laki
santri. Ada kejadian lucu mana kala, seorang laki-laki santri itu hingga malam
enggan duduk disampingku dan ibu itu. Entah segan atau canggung karena bukan muhrim. Hingga malam menjelang, yang ada
hanyalah percakapan antara seorang mahasiswi keperawatan dan ibu itu. Aku lupa
siapa namanya yang pasti dia sepanjang perjalanan Jakarta- Malang menceritakan
keluarganya dan suaminya yang merupakan TNI. Ahh..aku pura-pura tertidur saja,
bosan kali mendengarkan pembicaraan monoton seperti itu. Walu ga sopan sih
sebenarnya..hehehe...
Menjelang
dini hari akhirnya aku putuskan untuk pindah ke gerbong satu, bergabung
menyusul kawanku. Betul aku dapatkan kejutan, sebuah kursi untuk 2 orang yang
bisa kugunakan untuk tidur sembari menyimpan tenaga untuk pendakian esok hari.
Sebab sepanjang gerbong 5 kereta api Matarmaja penuh dan padat oleh “kulkas”
para pendaki dan bejibunnya para penakluk gunung. Perkiraanku mereka menuju
destinasi yang sama Sang Mahameru. Mungkin menghindari hari libur kejepit di
Bulan Mei, yang bisa dipastikan Semeru akan menjadi kampung pendaki dan pasar malam.
Sampailah
kami di kota Apel Malang Kamis 22 Mei 2014. Pukul 7.30 tepat. Kegiatan kami
saat itu adalah repacking, dan langsung menuju Pasar Tumpang dengan mencarter
angkot seharga IDR 130.000 dibagi ber-7. Sebetulnya 1 angkota bisa menampung
maksimal 12 orang dengan keril didalamnya pastinya. Kalo tarif normal Pasar
Tumpang-Malang standar Rp.5.000/orang. Jarak tempuh sekitar 1 jam, jalanan
mulus dan udara segar khas daerah pegunungan menerpa kami sambil menikmati
angin mendayu-dayu yang membuat kami terkantuk-kantuk.
Menuju
Gunung Semeru, Pasar Tumpang menjadi gerbang utama menuju Mahameru. Disini
terdapat pasar yang dapat dijadikan sebagai tempat pembelian perbekalan
terakhir sebelum melakukan pendakian, terutama untuk buah-buahan segar dan
sayuran segar. Terdapat pula beberapa mini market dimana kita bisa berbelanja
snack,dll. Satu hal yang saya kagumi dari Pasar Tumpang. Walaupun hanya terdiri
dari 2 blok yang saling berhadap-hadapan, tapi tertata sangat apik dan rapih.
Jauh dari kata jorok dan semrawut atau becek seperti pasar-pasar yang ada di
Jakarta. Selain itu yang membuat saya semakin kagum, adalah WC umum disini,
amat sangat bersih dan wangi seperti kamar mandi pribadi yang berada di rumah
sendiri. Hanya Rp.1.000 untuk mandi sepuasnya. Murah bukan? Jika dipikir secara
matematis kurang sepadan dengan fasilitas yang ditawarkan. Membayar lebih
rasanya tidak salah :)
Kita
dapat memilih akan menggunakan jeep atau truck sayuran untuk menuju Desa
Ranupani, titik awal dari pendakian gunung Semeru. Harganya sama per orang
dikenai tarif Rp.35.000. Untuk jeep maksimal dapat menampung 14 orang,
sedangkan truck sayuran antara 20-30 orang. Biasanya para pendaki singgah
sementara waktu di rumah Pak Ruseno atau Pak Min. Disini para pendaki biasanya
mengisi perut dan bersih-bersih. Juga rumah pemiliknya yang dijadikan base camp
para pendaki yang ingin menginap hanya membayar seikhlasnya biasanya. Adapun
Pak Ruseno dan Pak Min itu seperti juragan yang punya jeep atau truck sayuran.
Pukul
10 tepat, ami akhirnya memilih menggunakan jeep bersama 7 pendaki lainnya.
Perjalanan dimulai, keril telah siap diangkut diatas jeep dan siap berkonvoi
ria. FYI jangan harap bisa duduk semua ya, kita berdiri bers-14 orang, sehingga
tempat duduk yang tersisa hanya untuk 1-2 orang. Kala itu matahari terasa
terik, jalanan 1 jam pertama masih terasa mulus, tapi 1 jam kemudian mulai
berkelok-kelok, dengan semak di kanan kiri jalan, ditambah pemandangan khas
pegunungan deretan pepohonan pinus, dan kebun yang berupa terasering seperti di
daerah Dieng yang akan menuju Kawah Sileri.
Satu
spot terbaik yang membuat kami berhenti sesaat untuk sekedar foto bersama, view
arah Bromo, dimana lembah “teletubbies” menjulang tinggi, membuat ingin tiduran
lama-lama disana, ditambah arah pasir berbisik dengan jalanan sempit untuk
motor trail, ah ingin rasanya turun ke bawah sana untuk sekedar menjelajah dan
menikmati langkah demi langkah perbukitan dan lautan pasir yang halus itu.
Kemudian supir mengingatkan kami untuk segera naik dan melanjutkan perjalanan.
Yaps
pukul 12 tepat kami sampai di Desa Ranu Pani, desa terakhir sebelum pendakian
Semeru. Disini sudah ada beberapa pendaki yang baru menurunkan keril dari jeep.
Kita harus berjalan dulu sejauh 300 meter melewati Danau Ranu Pani seluas 5
hektar untuk menggapai pos pendaftaran. Biasanya para pendaki tidak langsung
naik, tetapi melakukan aklimatisasi suhu badan dengan buka camp semalam di
sekitar Danau Ranu Pani agar suhu tubuh terbiasa dengan suhu dan udara
pegunungan sekaligus beristirahat, Baru keesokan harinya melakukan pendakian.
Nampak
beberapa pendaki yang sedang lalu lalang urus administarsi dan mempersiapkan
pendakian. Setelah urus administrasi dan menitipkan barang di pos pendaftaran
kami mengisi perut yang sudah keroncongan. Disini terdapat beberapa warung yang
menjajakan makanan rumahan dan pastinya makanan khas Jawa Timur yakni rawon.
Jangan harap ada sinyal ya disini. Yang ada hanyalah telpon rumah tersambung di
warung sederhana tempat kami makan siang. Puas melahap makan siang, kami segera
memanaskan kaki untuk pendakian.
Pos Pendaftaran
Disini
para pendaki akan dimintai hal yang berupa adminitrasi, yang pasti dan wajib
harus dibawa adalah SURAT KETERANGAN SEHAT dari dokter. Dan sebaiknya
dipersiapkan dari Jakarta. Kita akan diberikan form yang berisi cek list
barang-barang apa saja yang akan kita bawa untuk pendakian, dan dihitung.
Setelah urusan uang selesai kita akan disuruh menuju kantor di bawah pos
pendaftaran untuk diperiksa kelengkapan alat oleh volunteer Gunung Semeru. Kita
akan di briefing dan diberikan pengarahan akan titik koordinat dan adab mendaki
Gunung Semeru.
Start Gerbang Pendakian
Untuk
menuju titik awal pendakian ini kita harus menempuh jarak sekitar 400 meter
atau jalan santai 10 menit. Disini kita akan ditanyakan SIMAKSI dan juga
karcis. Sebab pendakian per harinya dibatasi maksimal 500 pendaki. Untuk team
yang tidak bisa menunjukkan SIMAKSI dan tiket tidak diperbolehkan naik. Umumnya
dijaga oleh 2 orang, ditempat ini pula pada saat turun wajib lapor dan sampah
yang dibawa turun akan dihitung.
Disamping
pintu gerbang ada seorang bapak-bapak yang berjualan sekedarnya seperti
gorengan, permen, dan buah-buahan. Tapi mahalnya luar biasa. Satu goreng pisang
aja 2000 rupiah. Medan awal masih berupa
ladang sayuran milik penduduk sekitar, dengan medan menanjak landai tapi pasti.
Berjalan selama 10 menit baru kita akan mulai memasuki jalur pendakian yang
dikelilingi rumput-rumput liar.
Londong Dowo
Jalanan
tertata rapih, sambil sesekali berbatu nampak seperti jalur yang dibuat untuk
hiking. Jalur ini mengingatkan saya akan jalur Hutan Raya Juanda Dago
Pakar-Maribaya di Bandung. Entah dengan cara apa mereka menata jalanan buatan
ini, walau sesekali menghilang tapi kemudian muncul lagi. Pemandangan
sekeliling di sebelah kanan berupa semak belukar yang meninggi, dan sesekali
membentuk terowongan alamiah, ditambah beberapa potong batang pohon yang roboh
dan bisa dijadikan tempat duduk.
Landengan
Dowo hanya berupa papan pengumuman berisi informasi ketinggian dan jarak menuju
titik pendakian berikutnya. Papan informasi seperti ini sangat baik agar para
pendaki tidak tersesat. Psssttt jangan harap ada lapak buat nenda ya, tidak ada
sama sekali. Sebelah kiri berupa jurang yang dibatasi semak-semak diselingi
pohon tinggi sesekali.
Pos 1
Berada
setelah Landengan Dowo, menurut saya ini merupakan tempat terbaik untuk
memotret sembari bersantai. Kenapa? Sebab kita dapat melihat arah perbukitan
beserta jurang yang berada dikawasan TNBTS sejauh 360 derajat. Track yang
berada di depan pos ini jalan berbatu yang tertata rapih, dengan medan landai.
Tanda bangunan yang ada adalah bangunan segi empat yang berupa bujur sangkar
dengan atap terbuka. Melihat jalanan track yang ada di Semeru rasanya bisa
dinaiki motor trail, apalagi dengan medan yang 70% landai sampai Oro-Oro Ombo.
Aku
merasakan jarak yang teramat jauh antara Pos 1 dan Pos 2, landai memang tidak
terasa beban yang ada di keril, tetapi terasa membosankan seperti track
pendakian Cibodas menuju Puncak Gede. Semak-semak yang membentuk terowongan
alami, yang sesekali gelap. Kadang perasaan tidak nyaman datang melanda seperti
ada yang memata-matai, menurut kabar angin beberapa pendaki. Jika kita
melakukan track malam katanya berjejer tante K disepanjang jalur pendakian
antara Pos 1 dan Pos 2. Entah benar atau tidak tapi rasanya kondisinya
mendukung, sebab susasana sepanjang track ini terasa “dingin”.
Pos 2
Menempati
posisi di pojokan sebelah kanan, menuju arah Ranu Kumbolo. Medan untuk mencapai
tempat ini masih dengan tumbuhan semak di kanan dan kiri jalan, tapi rumput-rumput
yang tumbuh sebesar dan setinggi orang dewasa.Disebelah kiri ada jurang, tetapi
tepat dapat memandang bebas ke arah puncak Mahameru.
Disini
kami tiba sekitar menjelang magrib menjelang, susana matahari turun menampakan
pesona jingganya, dibalik pepohonan dan dedaunan menampakkan pesona siluet yang
luar biasa cantik. Udara kala itu makin dingin dan menusuk tulang, pertanda
“keganasan” Semeru akan nampak. Tak lama kami segera menuju Pos 3.
Watu Rejeng
Posisi
papan pos ini berada diantara cekungan turunan lepas dari pos 2, tepat sebelum
tanjakan menuju Pos 3. Disini bisa untuk menggelar lapak tenda mungkin muat 3
tenda, dengan posisi tanah lumayan datar yang lumayan terlindung di antara
lebatnya pepohonan. Watu Rejeng ditempuh setelah melewati sebuah jembatan kayu.
Pos 3
Jalur
pendakian semakin menurun, kemudian naik perlahan pasti, kemudian seolah
memutar. Jalur ini mengingatkan saya akan jalur pendakian Cemoro Kandang di
Gunung Lawu untuk menuju pos 4, bagi yang sudah pernah mendaki kesana. Tetapi
tidak semembosankan Cemoro Kandangnya Lawu. Vegetasi yang ada di jalur ini
pepohonan cemara yang tinggi diselingi semak-semak.
Hati-hati
banyak terdapat akar tumbang berbentuk mini dan sangat tajam, pada saat kami
melewati track ini, ada yang cedera. Ceritanya anak smp tersebut berlari saat
melewati track menuju Pos 3, tersandung akar pohon yang kemudian menembus
sepatu, dan menyobek mata kakinya. Kondisinya mengkhawatirkan ditambah malam
hari. Akhirnya tim kami menunggu dan menolong tim yang berasal dari Solo
tersebut dengan menelpon tim SAR yang ada di Ranu pani.Disini merupakan batas
sinyal terakhir untuk operator telkomsel, tetapi letaknya bukan persis di Pos 3
ya, tapi ditengah jalur yang vegetasinya agak terbuka.Pos 3 sendiri memiliki
bentuk standar seperti Pos 1 dan Pos 2. Sipakan tenaga anda karena disini ada
tanjakan curam yang lumayan menguras tenaga. Mirip tanjakan di Gunung
Cikuray-Jawa Barat.
Tips
untuk yang akan melakukan pendakian malam melewati Pos 3 ini :
1.
Pastikan head lamp berada di paling atas dan siapkan
baterai cadangan.
2.
Atur jarak tim secara pada jangan sampai lebih dari 1
meter
3.
Jaga speed agar bagian depan tidak terlalu cepat.
4.
Hati-hati melangkah sebab kanan kiri jalanan setapak
jurang, dan hanya muat 1 orang saja.
Shelter 1
Posisinya
berada sebelah kanan arah pendakian Ranu Kumbolo, untuk menjangkaunya
dibutuhkan berjalan selama 30 menit. Tidak ada penanda secara jelas tetapi
posisinya adalah 2 pos setelah Watu Rejeng.
Shelter 2
Menghadap
tepat Danau Ranu Kumbolo, ditempat ini merupakan tempat paling indah untuk
menatap Ranu Kumbolo dari ketinggian.
Ditambah terlihatnya puncak Semeru dengan gagah nun jauh disana. Saran
saya pastikan nikmati makan siang anda di tempat ini, apabila melakukann
tracking pada saat pagi hari dari Ranu Pani. Bangunan segiempat lengkap dengan
furniture kayunya sebagai penyangga di keempat sudutnya. Untuk mencapai tempat
camp Ranu Kumbolo ambilah jalur kiri menurun. Disini turunan agak tajam, stay
away your step guys :)
FYI
jangan lurus dan mengambil arah kanan ya, jalur tersebut memutar untuk menuju
tempat camp Ranu Kumbolo tepat dibawah tanjakan Cinta. Katanya sih menuju jalur
Ayek-Ayek, jalur paling cepat untuk menuju puncak, tetapi dengan medan lebih
sulit dan lebih curam. Tetapi karena longsor maka jalur tersebut ditutup.
Ranu Kumbolo
“Surga
Pendaki” itu kata para kawan pendaki yang sudah menapaki tanah tertinggi di
Pulau Jawa ini. Untuk mengelilingi keseluruhan kawasan ini saya mulai berjalan
dari tempat saya buka tenda di dekat tanjakan menuju arah shelter 2. Pagi itu
matahari sangat cerah, dan Ranu Kumbolo mulai menampakkan kecantikannya. Untuk
mengelilingi keseluruhan danau Ranu Kumbolo saya membutuhkan waktu 1,5 jam
dengan jalan santai. Beberapa medan dapat dilewati, tetapi beberapa harus
memanjat pohon dan melipir diantara jalan setapak, dimana rumput-rumput yang
tumbuh sudah sangat tinggi. Terkesan tidak dilewati orang.
Vegetasi
dari Ranu Kumbolo sendiri adalah berupa lembah-lembah, dan danau ini berada
persis ditengah-tengahnya, ditambah kecantikan yang sempurna dengan pemanis
pepohonan yang jatuh menimpa danau. Umumnya dijadikan tempat foto favorit para pendaki,
bahkan dijadikan latar foto pra-wedding beberapa anak pendaki.
Untuk menuju tempat camp dibawah tanjakkan cinta kita akan melewati sebuah jalanan setapak yang agak sedikit menanjak. Alternatif lain adalah menyusuri pinggiran danau diantara pepohonan yang tumbuh disampingnya. Lebih cepat menyusuri pinggiran danau, tetapi kita harus berhati-hati sebab kita harus seimbang, dan jangan sampai tergelincir ke tanah yang basah, kemudian berenang bebas di danau. Salah-salah nanti dihukum, selain peralatan kita yang basah kuyup juga. FYI dilarang mancing, tau berenang di danau ya. Dilarang keras !!!
Biasanya
tempat camp favorit para pendaki adalah di bawah Tanjakan Cinta. Disini sudah
tersedia “lapak” WC berjejer dari atas base camp tempat menginap para porter.
Cuma bau sekali. Ada 2 buah bangunan permanen disini, yang lama adalah bangunan
lama, sedangkan yang satunya adalah bangunan baru. Didepan base camp porter
tersebut sesekali berjejer makanan dan minuman yang dijajakan, dan bisa ditebak
harganya lumayan mahal.
Tempat
ini merupakan tempat favorit para pendaki untuk mendirikan kemah. Selain itu
dapat menjadi tempat terbaik untuk foto sun set, dengan lekuk perbukitan yang
sempurna. Membuat pantulan kaca laksana cermin diatas air. Untuk yang hobi
memotret jangan sampai kehilangan momen tersebut. Tapi untuk mendapatkan air
disini agak kotor harus agak ke tengah, karena saking banyaknya pendaki. Dan
pastinya jadi kampung pendaki karena saking ramainya. Beruntungnya saya tidak
camp disini.
Pastikan penuhi persediaan air dari Ranu Kumbolo ya, karena sumber terakhir berada disini. Pada saat tracking nanti tidak ditemui sumber air lagi, kecuali di Kalimati.
Tanjakan Cinta
Melangkahkan
kaki meninggalkan Ranu Kumbolo, artinya bersiap menyambut surga lain dari
Mahameru. Sejauh 100 meter melangkahkan kaki, kita akan langsung disambut
tanjakan curam 80 derajat, gersang, berpasir, tapi penuh cerita. Mitosnya jika
kita berjalan tanpa henti tanpa menoleh ke belakang, dan menyebut orang yang
kita sayang maka akan menyatu dan berjodoh. Saya coba buktikan dan will see
apakah benar.
Bukan
hal yang mudah, tapi tidak begitu sulit juga untuk mempraktekan hal tersebut.
Butuh konsentrasi dan fokus, jangan sampai tergoda godaan pendaki lainnya. Acap
kali mereka memperdaya kita dengan “Mbak/mas barangnya jatuh”. Jangan didengar
hehehe.. Ujung tanjakan cinta adalah dua pohon yang saling mengapit. Ketika
sudah sampai di tanah yang agak datar, maka berakhirlah perjuangan kita di
Tanjakan Cinta.
Oro-Oro Ombo
Sepanjang
mata memandang adalah ungu, ya kecantikan lain Mahameru ada di tempat ini.
Untuk mencapainya terdapat 2 buah jalan ada yang landai dan turunan curam.
Karena dengkul saya sudah sakit maka saya memilih jalan yang landai memutar
dengan waktu tempuh lebih lama. Jika ada cukup bernyali untuk menghemat waktu,
sebaiknya bersiap berlari menuruni turunan.
Pada
saat itu sebenarnya padang savana Oro-Oro Ombo sedang mekar, dengan batang
setinggi orang dewasa. Sebenarnya ini adalah tumbuhan liar berbunga ungum namun
menambah harmoni kecantikan Semeru. Siapkan kamera anda, dan bersiap untuk
narsis. Betah berlama-lama ada ditempat ini. Jika ada umur ingin rasanya foto
pre wedding di tempat ini.Hehehee..
Cemoro Kandang
Sekitar
10 menit berjalan santai menuju pos ini. Ditandai dengan sebatang pohon yang
roboh, dan bisa dijadikan tempat duduk. Dataran yang sangat luas dan bisa
menampung puluhan tenda. Tapi pasti dijamin dingin. Sebab suhu disini bisa
sampai minus. Sekelilingnya berupa lembah dan padang savana terbuka. Dan
pepohonan sudah mulai jarang.
Tak
jauh dari papan informasi tumbuh bunga liar yang cantik diantara gersangnya
hutan menuju jalur pendakian. Narsis lagi bisa banget, sekedar menikmati
Oro-Oro Ombo dari jauh kita ngopi-ngopi cantik. Jalur pendakian mulai Cemoro
Kandang mirip dengan jalur pendakian Gunung Cikuray via Pemancar. Naik banyak
akar tetapi tidak se-”sangar” Gunung Cikuray. Disini kita masih bisa menikmati
banyak bonus.
Nampak
banyak pohon pinus bkeas terbakar, mungkin dulunya kawasan hutan ini pernah
terbakar. Nyaris ditemui disepanjang jalan, bagian bawah pohon pinus gosong.
Jika anda tracking dijalur ini siapkan air yang cukup, karena pasti akan
kehausan. Banyak lapak untuk nenda minimal 1-2 tenda. Kejutannya jalur menuju
Jambangan adalah bukit dibalik bukit, belokan dibalik belokan.
Jambangan
Tanah
luas dengan view latar puncak Semeru, berfoto disini mari. Hahaha... Rimbunan
pohon yang membentuk gerbang selamat datang alami. Abu vulkanik sudah nampak di
tanah, pertanda sudah dekat dengan puncak. Disini banyak terdapat tempat untuk
membuka tenda. Keadaan sekeliling sudah banyak ditumbuhi pepohonan edelwise.
Tolong jangan dipetik ya, biarkan edelwise tetap ditempatnya. Biarkan
kecantikan itu tetap abadi ditempat tertinggi, hahaha..maaf sedikit lebay.
Untuk
menuju Kalimati dari Jambangan medan menurun terus, mungkin dapat dicapai hanya
dalam waktu 15 menit. Disini udara sudah terasa sangat dingin.Saran, mulailah
pakai jaket daripada terkena hipotermia. Dikanan kiri jalur pendakian tampak
bunga edelwise membentuk koloninya sendiri. Sambil diselingi beberapa batuan.
Kalimati
Kampung
pendaki siap dibangun disini. Ahaa..padang edelwise tepatnya. Beranjak dari
papan pengumuman, anda akan melihat sejumlah ruang terbuka, bisa memuat ratusan
tenda nampaknya. Ditambah ada 1 bangunan permanen untuk menginap porter. FYI
porter dibayar Rp.150.000/hari. Lembah atau padang edelwise ini mengingatkan
saya pada Mandalawangi di Gunung Pangrango.
Tak
jauh dari sini, berjalan ke arah bawah akan terlihat apa yang disebut Kali
Mati. Berupa sungai nampaknya bekas tempat aliran lava/lahar Semeru namum sudah
tidak aktif. Memiliki lebar sekitar 3-5 meter. Lurus terus akan menuju Sumber
Mani, sebuah sumber mata air yang berasal dari akar-akar pohon yang berada
diatas bukit. Sepanjang perjalanan menuju Sumber Mani sesekali diselingi
bebatuan kali yang kadang hanya muat satu orang.Letak Sumber Mani tepat berada
di bawah bukit. Disini para pendaki biasa mengambil stock air untuk keperluan
minum dan memasak.
Untuk
yang akan buka tenda ada baiknya diantara pepohonan agar terlindung dari angin.
Umumnya para pendaki sampai pada sore hari, setelah makan kemudian untuk
istirahat sebentar, dan bangun pda malam hari untuk persiapan summit. Batas
pendakian dan asuransi yang ditanggung TNBTS apabila ada apa-apa hanya sampai
Kalimati. Sedangkan apabila para pendaki memaksa naik, maka resiko ditanggung
masing-masing. Kami summit pada jam 10, umumnya para pendaki naik antara pukul
10-12 malam. FYI arah menuju puncak Semeru yang lama adalah sebelah kiri pos,
tapi untuk yang baru arah kanan pos dengan medan yang lebih terjal.
Arcopodo
Disinilah
medan sebenarnya uji mental, uji sabar, uji kekuatan tim. Untuk saya pribadi
disini medan paling berat, bukan hanya menekan ego pribadi. Tapi menguak
karakter tiap anggota tim. Medan awal pendakian menanjak pasti dengan diiringi
debu halus. Gunakanlah masker saat mendaki, diantara dinginnya malam yang
menusuk tulang belulang, langkah demi langkah secara pasti kami pijakkan. Menurun
lagi dan lagi langkah yang sudah mantap kami ajukan. Aturlah jarak tim. Tetapi permasalahan
mulai datang disini, pertama sandal gunung Bang Usmar lepas dan putus walau
hanya satu. Kemudian kami memutuskan lanjut, tapi hanya beberapa meter sudah
copot semua. Disini ego kami diuji apakah akan tetap sampai puncak atau tidak.
Bang
Usmar memang mengatakan silahkan jika ingin summit ke puncak, dia akan turun.
Akhirnya Mouldi menemani Bang Usmar turun. Saya, Jhon, Rahmat, dan Kang Aef
awalnya akan melanjutkan summit, namun belum sampai 10 langkah Jhon sudah
pingsan tak kuat bernafas normal apalagi dengan debu vulkaniknya. Lagi dan lagi
ego saya diuji akan lanjut atau tidak. Namun saya lebih memilih turun, tak tega
rasanya melihat kondisi tim seperti itu. Apalagi Bang Usmar dan Jhon-lah yang
memback-up saya ketika cedera dan lutut saya ketarik pada saat pendakian dari
Ranu Kumbolo menuju Kali Mati. Jadi dari kami ber-7 hanya Rahmat, Kang Aef, dan
Buyung yang sampai puncak. Nasib pendakian saya berakhir di Arcopodo. Mungkin
someday akan kembali lagi.
Puncak Mahameru 3676 mdpl
Informasi
yang saya dapatkan dari tim saya yang berhasil muncak mereka sampai diatas pada
pukul 5 pagi. Cuaca sangat cerah. Hanya di puncak jangan terlalu lama, dan
lebih dari jam 9 pagi. Racun sulfide sudah mulai naik yang bisa membahayakan
nyawa kita. Karena arah angina dari kawah Jonggring Saloko sudah menuju arah
pendakian. Hati-hati lah pada saat turun, karena kadang nyasar kea rah Blank
75. Blank 75 sendiri adalah sebuah jurang sedalam 75 meter, dan sudah banyak
pendaki yang tersesat dan terjatuh disini. Umumnya para pendaki yang biasa
disebut survivor hilang pada saat turun. Karena rasanya jalurnya betul tetapi
ternyata salah. Patokan yang biasa dijadikan patokan pendaki turun adalah
Cemoro Tunggal, yakni sebuah pohon cemara yang sudah mati dan roboh sebagai
penanda jalur yang benar. Jarak turun dari puncak sampai Kalimati menurut kawan
saya sekitar 1 jam lamanya, dengan bermain ski pasir J . Suatu saat mungkin
saya akan ke puncak Jonggring Saloko. Someday :)
aku kan lagi mancing... trus...???
ReplyDeleteaaah semeru, padamu aq selalu merindu.. suer keren mbaak, jdi pengen kesana lagi..
ReplyDelete@backpckr Troopers : kalo aja semeru dan jakarta tinggal ngesot, tiap minggu mau kesana.. Ranu Kumbolo memang ngangenin :)
DeleteNice story. I've bee there once ti Mahamaeru. Yes its an awesome track paths from arcopodo. Nextime i will be back to semeru only for leyeh-leyeh in ranukumbolo :)
ReplyDeleteleyeh-leyeh time at ranu kumbolo is the ebst way just for reading a book and take a nap
DeleteBagus fotonya mbak...
ReplyDeleteNice inpoh jg