Masih pantaskah kita mengeluh ?

Hidup di kota besar seolah nampak menjadi magnet tersendiri untuk sebagian perantau. Kemudahan akses, impian mendapat pekerjaan dan memperbaiki taraf hidup menjadi sebagian besar mimpi kaum urban datang ke kota besar. Seperti Jakarta ataupun Bandung. Hal ini membuat persaingan semakin sengit. Katakanlah persaingan untuk menjadi yang terbaik, seiring kebutuhan moving yang cepat semua orang membutuhkan akses transportasi. Oleh karena itu beramai-ramai lah semua orang menaiki tranportasi bus way, KRL, atau kopaja.

Keadaaan seperti pindang pepes, dipepet terus menerus, dan kondisi panas menjadi pemandangan sehari-hari yang sebagian warga kota besar nikmati dan temui. Karena hampir sebagian besar ibu kota propinsi itu berada di daerah pesisir seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Makasar, dll. Kondisi yang sebenarnya tidak manusiawi tidak nyaman, tapi seolah-olah dibuat zaman. Itulah realitas kehidupan kota besar.

Izinkan saya mengambil contoh seorang petugas busway Trans Jakarta, yang bekerja sepanjang hari selama 8 jam berdiri non stop, bayangkan betapa pegalnya luar biasa bukan. Kadang kita yang naik busway selama 30-60 menit saja sudah ngomel-ngomel. Ironis sekali bukan jika dibandingkan dengan petugas busway tersebut. Hey what are you thinking about?. Kondisi kita masih jauh lebih baik mungkin, hanya berdiri sebentar dibandingkan petugas busway tersebut. Dia setiap hari menjalankan profesi tersebut, sedangkan kita hanya menanggung beban 1/4 nya saja.Apa masih pantas kita mengeluh dan membandingkan?.

Just clearly thinking please, sewajarnya kita ga pantas mengeluh dan gak bersyukur dengan apa yang kita miliki. Walau panas, debu, keringat but it doesn't matter when you are still sleeping, has a house, have many suitable clothes, and many more.. So belajarlah sabar dan jangan pernah membandingkan keadaan. Tuhan punya cara tersendiri membahagiakan umatnya :)

Comments

Popular posts from this blog

Apakah Kamu Bahagia ?

Cianjur Train Adventure

Quarter Crisis Life Part Jodoh & Kehidupan (Part 2)