Menggalauwangi di Lembah Mandalawangi - Gunung Pangrango


Gunung Pangrango siapa yang tidak kenal, terkenal gara-gara sajak Soe Hoek Gie dengan Lembah Kasih Mandalawanginya. Saat nanjak Gunung Gede setahun yang lalu saya pun ingin tahu seperti apa sih Pangrango itu, apa begitu cantiknya sampai-sampai Soe Hoek Gie menggambarkannya dengan kata-kata yang amat indah. Gunung Pangrango merupakan gunung kedua tertinggi di Jawa Barat setelah Gunung Ciremai dengan ketinggian 3019 mdpl (meter diatas permukaan laut). Gunung Pangrango berada berdampingan dengan Gunung Gede, kalo di kawasan jawa Timur sih sama kayak Gunung Arjuno-Welirang. Sepaket gitu :)

Secara administratif Gunung Pangrango berada di kawasan Cianjur dan Sukabumi. Gerbang pendakian menuju Gunung Pangrango secara resmi  melewati jalur Cibodas, dan jalur Geger Bentang yang biasa dipakai pendidikan oleh anak-anak pecinta alam. Jalur pendakian Geger Bentang merupakan hutan hujan tropis dengan kontur yang rapat dan basah serta rimbun. Kawan saya pernah naik melalui jalur tersebut untuk sampai Puncak Pangrango dibutuhkan waktu 16 jam dan tidak disarankan untuk pendaki pemula. Jalur Cibodaslah yang akhirnya kami pilih yang kata pendaki senior, lebih "ramah" untuk pemula seperti saya.

And the day is coming  hari Jumat 5 April 2013 seperti biasa para pendaki yang akan melancong nanjak dikawasan Jakarta berkumpul di pintu keluar Terminal Kampung Rambutan samping Koramil. Ka Wongso bilang pokoknya jam 9 malem harus udah di TKP, kalo indak ditinggal. Terburu-buru dan serba hectic pada saat ini, exactly sebelum jam 9 saya udah nongol di Kampung Rambutan dan masih celingak-celinguk nyariin temen. Tiba-tiba munculah sosok Bang Irwadi, sambil menunggu yang lain ada yang makan, yang modus, dan juga yang main gapleh. Waktu keberangkatan awalnya sih jam 10 malem paling lama karena mau mulai nanjak jam 3 pagi, tapi eh tapi malah kelamaan jadi jam 12 malem karena menunggu salah seorang teman kami. Tim pendakian kali ini buanyak nian ada sekitar 18 orang.

Kami kemudian cuss jam 12 dini hari menuju Cibodas dengan harga bus Rp.15.000/orang dan memakan waktu sekitar 2 jam, turun dipertigaan Cibodas dan lanjut dengan angkot menuju basecamp IGR yang jaraknya 4 km dengan sewa Rp.50.000/angkot. Kapasitas maksimal sih 8 orang dengan keril yang segede kulkas. Sampai di basecamp disambut sama bapak TS Bang Ricky yang udah duluan sampai sana. Ngobrol-ngobrol sesaat akhirnya ada sedikit trouble di SIMAKSI, yang membuat tim kami terpecah jadi 2 ga bisa nanjak bareng-bareng di jam 3 pagi sesuai rencana. Oke 4 orang saya, Ka Wongso, Ka Budi, dan Ka Rudi kebagian nanjak jam 4 shubuh sama tim Cacink, dan 14 orang lainnya nanjak pagi hari.

Ternyata akses untuk14 orang di tim kami lebih cepat sehingga mereka naik duluan, tetapi kami berempat karena satu dan lain hal baru mulai naik jam 5.30 pagi. Cuaca pagi itu cukup bersahabat, burung-burung bernyanyi dengan riang, udara sejuk pegunungan seperti biasa menusuk kulit, tapi sedikit kabut diatas sana. Track Cibodas seperti di Rawa Gayonggong memang lebih baik dengan dibeton dan ranting-ranting ditebang sehingga lebih terbuka dan rapih, Tahun 2012 yang lalu memang jalur Cibodas sempat ditutup untuk perbaikan jalur.

Sekitar jam 6 pagi setelah persyaratan administratif selesai kami mulai menapaki jalur pendakian Cibodas diawali dengan tangga berbatu yang tersusun rapih. Jalur Cibodas masih sama tak banyak berubah ketika saya lewati setahun sebelumnya. Hanya saja iseng menuju track bird watching ternyata buntu. Kaki masih gontai melangkah sampai pos Pancayangan yakni pertigaan antara shelter, menuju ke air terjun Cibeureum dan Pos Air Panas. Disini kaki dan mental saya mulai tidak bisa berkompromi. Jalanan mulai menanjak ditambah landai terus sampai dalam hati selalu bertanya "Kapan sampai Pos Air Panas sih?". FYI ini merupakan jarak terjauh antar pos diantara jalur pendakian Cibodas.

Bersama tim-nya Cachink Uznie nanjaknya
View arah Gunung Pangrango yang tertutupi kabut
Let me feel the way in the middle of jungle
Sekitar jam 10.30 kami sampai di Pos Air Panas dengan kondisi hujan rintik-rintik, niat ingin jacuzzi dan bersantai ternyata banyak sekali orang disana, karena minggu itu adalah minggu pertama TNGP dibuka. Akhirnya kami berempat yakni saya, Ka Wongso, Ka Budi, dan Abhe memutuskan untuk segera bergegas menuju Pos Kandang Batu. Eh ga sampai 10 meter sudah hujan besar akhirnya kita ngebivak dpinggir jalur sambil menunggu hujan reda. Ditambah kelaparan kami memutuskan makan besar, dan ngopi. Sedikit agak gondok semua logistik makanan siap makan dibawa Ka Rudi bablas racing nanjak duluan. Alhasil setelah kita kenyang ketiduran lah semuanya selama hampir 1 jam, sebab kami tidak tidur semalaman suntuk. Sayang tak ada fotonya, hahaha...

Rintik-rintik hujan berangsur reda, kami segera repacking dan mulai melanjutkan perjalanan, betapa kagetnya kami ternyata pos Kandang Batu hanya 1 belokan dari tempat kami ngebivak. Finally kami bertemu Ka Rudi yang ternyata stay disana sementara waktu juga. Kami kemudian bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju Pos Kandang Badak. Disini kaki dan ankle mulai bermain kembali ternyata track pendakian sudah disusun sedemikian rupa dengan tangga batu, mulai sedikit pegal pastinya. Kami melahap track ini sampai dengan Kandang Badak selama 1,5 jam. Pukul 2 siang tepat kami sampai di Pos Kandang Badak. Speechless lagi-lagi saya seolah melihat perkampungan pendaki, kondisi benar2 padat. Hampir tak ada tempat untuk menggelar tenda.

Ternyata tim-nya Cacink sudah sampai duluan dan mereka ada di shelter. Niat awal sih kita mau makan besar, istirahat sebentar dan lanjut nanjak menuju Mandalawangi. Tapi apa daya hujan terus mengguyur dari siang sampai malam. Pendakian terpaksa kami tunda dibandingkan membahayakan keselamatan jiwa. Walhasil kami akhirnya bobo cantik tanpa kedinginan didalam shelter. Ditambah party makanan dan shisa Arab yang dibawa Cacink. Kami memutuskan untuk summit attack mulai dari jam 3 pagi menuju Mandalawangi.

Minggu 7 April 2013 rencana tinggalah wacana Ka Wongso, Abhe, Ka Rudi, dan Ka Budi semuanya pelor dan kebo bobok-nya. Alarm di ponsel saya sudah berdering dari sejak pukul 2  pagi, saya berusaha membangunkan mereka tetapi susah sekali. Alasannya dingin cuy. Terpaksa lah bersembunyi dibawah sleeping bag lagi. Hingga akhirnya shubuh dan saya paksa Ka Wongso untuk bergegas bangun dan nanjak ke Mandalawangi.

Jam 5.30 pagi saya bersama tim-nya Cacink bergegas menuju Mandalawangi, naik sedikit keatas Pos Kandang Badak ada persimpangan belok kiri ke Puncak Gede dan belok kanan ke Puncak Pangrango. Disini saya menemukan hal yang enggak banget "APAPUN ALASANNYA CAMPING DIJALUR ITU MENGGANGGU !!!" , terutama saat musim pendakian dengan banyak orang seperti awal pembukaan suatu Taman Nasional. Sangat mengganggu mobilitas sekali, selain itu pasti si penghuni tenda merasa tidak nyaman karena terganggu wilayahnya dilewati banyak orang. Ya salah sendiri....

Perkampungan Pendaki di Pos Kandang Badak
Track menuju Mandalawangi sekelilingnya hutan hujan tropis rapat, penuh lumut, dan pohon tumbang
Track melipir diantara bebatuan dan pohon tumbang
Saya merasa ditipu oleh Anja sangat ditipu, dia bilang tracknya landai dan santai kalo bawa keril ga nyampe 3 jam. In fact, saya yang ga bawa keril hanya tas kecil dan minum aja ngesot ngerasanya. Track menuju Mandalawangi rasanya mirip dengan tanjakan tiada ampunnya Gunung Ciremai via Linggarjati, dan Gunung Cikuray via Pemancar. Ditambah dengan banyak pepohonan tumbang yang membuat kami harus muncul diantara celahnya yang sempit. Semakin lama semakin menanjak dan jalur ini merupakan jalur air. Saya sempat berkata pada Ka Wongso "Kalo kita maksain nanjak kemaren mungkin saya akan selalu berada di barisan paling belakang, dan kemungkinan besar kita akan gelar tenda di tengah-tengah perjalanan".

Satu hal lagi yang saya tak habis pikir, gimana cara temen-temen saya yang pada bawa keril seukuran "kulkas" dan tinggi yang berkapasitas 65L-75L mampu melewati pepohonan yang tumbang dengan ketinggian yang lumayan buat manjat. Bener-bener juara lah. Jalur pendakian menuju Mandalawangi dan Puncak Pangrango benar-benar masih terlihat alami dengan terlihatnya sedikit sampah. Teman saya bilang sih kalo yang banyak didaki biasanya Puncak Gede dan itu memang pendakian wisata karena benar-benar indah savana dan puncaknya.

Bagi saya sendiri jalur pendakian ini sangat berat, untuk seorang newbie yang bisa membawa beban berat sampai ke Mandalawangi itu benar-benar hebat dan staminanya kuat. Setelah berjalan sekitar 2 jam saya bertemu dengan Bang Irwadi dan Ka Pru, ternyata mereka buka tenda ditengah perjalanan karena kelelahan, akhirnya kami melanjutkan perjalanan bersama-sama menuju puncak Gunung Pangrango. Memakan waktu hampir satu jam, akhirnya saya bersama teman-teman lainnya sampai di Puncak Pangrango.

Yes we are in 3019 meters above the seal level
Shelter rusak di Puncak Gunung Pangrango
Penanda Puncak Gunung Pangrango hanya sebuah tugu triangulasi dan papan setinggi 2 meter saja

Puncak Gunung Pangrango jauh dari benak yang saya idamkan, pada saat itu hanya terdapat kabut sehingga pemandangan kurang terlihat dengan jelas, shelter yang telah tua dan rusak, dan pastinya ada sampah juga. Sangat miris melihat pemandangan tersebut. Sekitar 30 menit kami menghabiskan waktu di puncak dengan berfoto dan membuat video. Kemudian kami bergegas menuju Mandalawangi dengan track yang turun dan landai, waktu tempuh puncak-Mandalawangi sekitar 10 menit.

Hip-hip horray akhirnya kami berempat bertemu dengan ke-14 orang tim kami yang sudah semalaman nenda di Mandalawangi. Bersyukur semua sehat walafiat dan dengan cerah ceria sudah ada masakan untuk makan pagi..hehehe... Berbincang sesaat dan menikmati Mandalawangi yang begitu dipuja Soe Hoek Gie. Cantik memang tetapi tidak secantik pikiran saya. Ahhh..terkadang kata-kata pandai membual. 

Kondisi Mandalawangi saat ini memang sedikit ramai, tapi tidak seramai di Kandang Badak, sebab ada pendakian masal 150 orang yang melakukan prosesi upacara pula.Edelwise di Mandalawangi saat itu belum tumbuh, dan lama kelamaan kami disana kabut mulai turun. Mandalawangi seluas Pondok Saladah mungkin yang berada di Gunung Papandayan. Satu jam saja kami menikmati Mandalawangi, tim memutuskan untuk segera turun dikhawatirkan hujan lebat mendera, dan prosesi turun menjadi lebih lama karena jalur pendakian merupakan jalur air. Jam 10 pagi akhirnya kami segera turun.

Lembah Mandalawangi
In Memoriam pendaki di Lembah Mandalawangi

Upacara di Lembah Mandalawangi
Cantik walau sedikit berkabut
Full team yang sempat terpisah
Track turun
Perjalanan turun menuju Pos Kandang Badak dari Mandalawangi hanya memakan waktu 2 jam, tepat jam 12 siang kami sampai di shelter segera repacking dan makan siang. Jam 2 siang kami segera turun menuju base camp. Perjalanan turun sekitar 5 jam. Saya dan Ka Rudi ngetrack duluan, alhasil terdapat kejadian yang tidak mengenakan. Saya merasa terkena karma, dan memang benar di gunung itu harus jaga kosa kata jangan ngomong sembarangan. Pas di shelter saya bilang "Ka Wongso double keril ya turunnya...". Padahal itu bercanda, tetapi benar-benar menjadi kenyataan. Selepas Pos Air Panas, saya terjatuh dan terkiril dan setangah menangis kesakitan. Ankle kaki kiri saya mengenai batu, padahal sedang jalan santai tak berlari. Akhirnya saya berjalan ngesot dituntun Ka Rudi dan keril saya dibawakan teman pendaki sampai Pos Pancayangan. Saya menapaki tanggademi tangga benar-benar lelet seperti siput.

Ditengah jalan saya bertemu Ka Wongso, Abhe, Cacink, Ka Budi dan teman-teman lainnya. Ngetrack setengah jam duluan eh tapi kesusul juga. Then saya minta tolong Ka Wongso untuk menyusul teman pendaki yang membawa keril saya hingga Pos Pancayangan. Sekitar jam 4 sore saya sampai di shelter dan ada Bang Irwadi, baiknya Abangku ini menunggui kami dan membuatkan minuman hangat serta pop mie. Thanks Bang. Sekitar jam 5 sore saya dan teman-teman yang tersisia turun dari Pos Pancayangan menuju base camp. Kaki saya sudah lebih baik dengan diolesi minyak walau saya mau muntah rasanya. Akhirnya dari Pancayangan menuju base camp Ka Wongso benar-benar bawakeril duo, milik saya dan miliknya.

Tak tega melihatnya, tapi Ka Wongso tetep keukeuh dia kuat bawa keril milik saya. Saat itu sudah mulai waktu magrib, sedangkan kami masih ngetrack.  Ada sedikit keganjilan, setelah melewati Rawa Gayonggong dan Pos telaga Biru sesekali saya mendengar handphone saya berbunyi, padahal saya deactive. Tetapi saat saya menyuruh diam, bunyi itu tak ada. Entahlah apa yang terjadi saya hanya bisa berdoa sepanajang perjalanan. Akhirnya kami merupakan orang yang terakhir kali datang ke basecamp pada jam 7 malam. Kondisi kaki saya saat itu masih ngesot dan sedikit pincang. Pendakian kali ini saya belajar "Jangan pernah menyepelekan gunung, Alam sulit ditebak. Kadang karma datang saat itu juga..!!!"

Comments

  1. kami menunggu tata, wongso, budi, dan rudi juga di basecamp igr, tataaaa...

    tak berniat meninggalkan. ternyata kita malah ditinggal ya? heheeee......

    sabar, tp saya ditinggalkan kesabaran saya yang sdh pulang. :D okeee.. tak apalah.
    PANGRANGO TRACK PELAJARAN buat ejie :)

    smangat taa ^^

    ReplyDelete
  2. Iya kaka big thanks sekali udah nugguin kita. Pangrango ninggalin banyak banget pelajaran, banyak banget pokoknya :)

    ReplyDelete
  3. saya belum sempat berkenalan sama pangrango dan belum sempat bercengkrama di mandalwangi. cuman sempat berkenalan ma surya kencana dan puncak gunung gede ahir 2012 kemaren

    salam kenal,...

    ReplyDelete
  4. uwawawawwawawawa~ mau dong mau nanjak lagih kakak

    ReplyDelete
  5. pangrango memang tempat favorit buat saya.. berkali-kali nanjak ke pangrango, gak ada bosennya.. malah selalu kangen sama mandalawangi.. salam kenal yaa dari depok.. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Apakah Kamu Bahagia ?

Cianjur Train Adventure

Quarter Crisis Life Part Jodoh & Kehidupan (Part 2)